ARQUIDIOCESISDGO — Jakarta – Sebuah studi baru menunjukkan bahwa ukuran tubuh ikan badut atau clownfish mengalami penyusutan akibat suhu lautan yang terus meningkat. Ikan badut anemon (Amphiprion percula) dapat menyusut dan menjadi lebih pendek sebagai respons terhadap kondisi laut yang semakin panas.
Hal ini sebuah adaptasi mengejutkan yang bisa menjadi kunci kelangsungan hidup mereka di tengah krisis iklim. Dikutip dari laman Science Advances pada Selasa (3/6/2025), para peneliti mengungkapkan bahwa penyusutan tubuh ini meningkatkan peluang bertahan hidup ikan badut hingga 78 persen saat menghadapi gelombang panas laut.
Tak hanya itu, peluang hidup mereka juga meningkat ketika penyusutan terjadi secara bersamaan dengan pasangan berkembang biaknya. Hal ini menunjukkan pentingnya hubungan sosial dalam mekanisme adaptasi ini.
Menurut peneliti utama, Dr. Celia Versteeg dari University of Montpellier, ini adalah pertama kalinya ditemukan bahwa spesies ikan terumbu karang dapat secara aktif mengurangi ukuran tubuh mereka sebagai respons terhadap tekanan lingkungan dan sosial. Temuan ini memperluas pemahaman ilmiah tentang bagaimana spesies laut merespons dampak perubahan iklim.
Penelitian dilakukan selama lima bulan di Teluk Kimbe, Papua Nugini, wilayah yang terkenal dengan keanekaragaman hayati terumbu karangnya. Peneliti mengamati 134 individu ikan badut dalam 67 pasangan berkembang biak, mengukur panjang tubuh mereka setiap bulan.
Hasilnya, 100 ikan menunjukkan penyusutan tubuh yang signifikan. Gelombang panas laut yang terjadi selama periode penelitian tersebut adalah representasi dari tren pemanasan global yang semakin intens.
Suhu air laut dipantau secara berkala setiap 4 hingga 6 hari menggunakan sensor suhu bawah laut. Hasilnya menunjukkan bahwa ikan badut yang tinggal di perairan dengan suhu lebih tinggi cenderung mengalami penyusutan lebih besar.
Indo-Pasifik
Ikan badut secara alami hidup di terumbu karang wilayah Indo-Pasifik, menjalin hubungan simbiotik dengan anemon laut. Anemon memberikan perlindungan dari predator, sementara ikan badut membantu menjaga kebersihan anemon dari parasit dan puing-puing.
Namun, hubungan ini juga sangat rentan terhadap pemanasan laut karena anemon sendiri sensitif terhadap kenaikan suhu. Para peneliti menduga bahwa penyusutan tubuh ini berkaitan dengan memburuknya kondisi habitat, termasuk degradasi anemon akibat stres panas.
Anemon yang tertekan cenderung menyusut atau mati, yang kemudian membatasi ruang gerak dan sumber makanan ikan badut. Tubuh yang lebih kecil mungkin membantu ikan menyesuaikan diri dengan ruang yang lebih sempit dan pasokan nutrisi yang terbatas.
Fenomena ini juga membuka kemungkinan bahwa penyusutan ukuran ikan dapat terjadi secara luas di berbagai wilayah laut dunia yang mengalami pemanasan. Dalam skenario yang lebih besar, ini dapat berimplikasi terhadap dinamika ekosistem laut, termasuk rantai makanan dan hubungan antarspesies.
Meski begitu, para peneliti menegaskan bahwa masih banyak yang belum diketahui tentang mekanisme biologis di balik penyusutan ini. Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan untuk memahami apakah perubahan ini bersifat reversibel atau justru menjadi adaptasi jangka panjang.